Rekomendasi Playlist Pekan Ini: Relax and Remember a Things



Jika kamu senang mendengarkan musik dengan beat yang tidak terlalu cepat, mungkin kamu akan suka dengan rekomendasi musik yang satu ini. 

Tidak terlalu keras, tidak terlalu lambat.
Mungkin ini cocok untuk menemani waktu luang kamu.





Megan Trainor Hapus Music Video Me Too





Meghan Trainor beberapa jam yang lalu merilis video untuk single terbarunya, ‘Me Too’. Tapi ternyata ia tidak merasa puas dengan hasilnya dan kemudian memutuskan untuk menghapus video tersebut dari akun Vevo-nya.

Mengapa? Karena Trainor menganggap editan Photoshop dirinya dalam video ‘Me Too’ dilakukan secara berlebihan dan tanpa izin dirinya.





“They photoshopped the crap outta me,” kata Trainor dalam sebuah video Snapchat yang dipostingnya. “I’m so sick of it and I’m over it, so I took it down until they fix it.”

“My waist is not that teeny,” lanjut sang penyanyi berusia 22 tahun tersebut. “I had a bomb waist that night, I don’t know why they didn’t like my waist. I didn’t approve that video and it went out to the world. So I’m embarrassed.”

‘Me Too’ merupakan single kedua Trainor untuk album keduanya, menyusul single hits, ‘No’. 




Sumber: Creadivedisc

Music Video Like I Would Resmi Rilis





Meski kenyataannya ‘Like I Would’ hanyalah track bonus untuk album solo debutnya, “Mind of Mine”, namun itu tak menghalangi Zayn Malik untuk melepas lagu tersebut sebagai single kedua. Dan menyusul kemudian sebuah video musik hadir menemani sang lagu.

Dirilis pada Senin, 9 Mei, konsep visual untuk ‘Like I Would’ terlihat mirip dengan konsep yang digunakan Zayn saat tampil di atas panggung iHeartRadio Music Awards 2016 bulan lalu.

Di videonya Zayn terlihat memakai pakaian futuristik yang bersinar dalam gelap dan memakai lensa kontak oranye di salah satu matanya. Ia terlihat menari dan bernyanyi di bawah sinar laser. Sementara di sisi lain seorang gadir terlihat menari dikelilingi laser putih dan merah.







Anti by Rihanna






“Anti“, album kedelapan milik si fenomenal Rihanna, merupakan salah satu yang telah cukup lama dinanti keberadaanya. Bukan hanya menjadi album yang (kembali) memecah tradisi satu album pertahun yang ditorehkannya semenjak debut “Music of the Sun” (2008), namun juga karena para penikmat musik menjadi penasaran mengapa RiRi bisa begitu lama memendam atau mengerjakan album ini. Tepatnya 4 tahun setelah “Unapologetic” yang dirilis di tahun 2012.

Dalam masa hiatus, kita nyaris tidak mendapatkan materi baru dari RiRi, sesuatu yang selama hampir satu dekade terakhir tidak kita alami. Namun mulai tahun lalu ia mulai bergiat dengan merilis beberapa single baru, yaitu ‘FourFiveSeconds’, ‘American Oxygen’, dan ‘Bitch Better Have My Money’ (selain proyek soundtrack film animasi “Home” yang dibintanginya), yang setidaknya bisalah memuaskan kerinduan.

Namun ada yang menjadi catatan saat menilik lagu-lagu ini. Hilang sudah RiRi yang pop, ngedance dan fun. Lagu-lagu yang terkesan serius, “berat”, gelap dan artistik. Bagus, tapi sepertinya akan sulit diapresiasi oleh kalangan yang lebih luas.

Sampai datang ‘Work’, sebuah nomor dancehall-pop yang kembali mengajak ke masa-masa bersenang-senang ala Rihanna. Ada pula Drake yang kembali membantu RiRi. Bersama mereka kembali menorehkan prestasi dengan menduduki #1 Billboard Hot 100, setelah ‘What’s My Name?’ (2010). Jelas jika harapan jika “Anti” akan diisi oleh lagu-lagu sejenis ini menjadi besar.

Hanya saja rupanya RiRi tidak begitu berminat untuk memuaskan pasar dengan begitu saja. Selebihnya “Anti” banyak diisi oleh lagu-lagu yang cenderung bergerak dalam tempo lambat hingga sedang, menawarkan balada pop, urban jam, hingga folk dan psychedelia. Rupanya RiRi memang hanya ingin tampil idealis, meski tiga track yang dilepasnya sepanjang 2015 absen menghiasi albumnya.

“Anti” menandakan sebagai album kedua milik RiRi yang sukses duduk di singgasana Billboard 200. Bisa jadi kesuksesan ini dikarenakan antusiasme penggemar dengan keberadaan album yang sudah cukup lama ditunggu ini. Namun kesuksesan “Anti” seharusnya juga disematkan dengan pilihan materi yang menegaskan sosok RiRi tidak hanya sebagai ikon pop, namun musisi dengan artistik dan idealisme tersendiri.

Dibuka dengan nomor urban yang edgy, dimana RiRi bernyanyi dengan mengedepankan akar Karibianya, ‘Consideration’. Dibantu SZA, penyanyi up-and-coming, bersama mereka mengantarkan sebuah dancehall yang sedikit dipoles dengan rock dan pop. Sebuah contoh yang cukup sempurna akan perpaduan sisi artistik dan pop yang ditawarkan RiRi untuk “Anti”.


cover album ANTI


Terlepas ‘Work’ yang berada di urutan ke-4, paruh pertama “Anti”, yang terdiri atas 13 track untuk versi standar, diisi dengan lagu-lagu yang cenderung akan agak sulit dicerna, mengingat komposisi yang sedikit kompleks dan pemilihan nada-nada yang tidak terlalu gampang dicerna. Meski begitu bukan berarti lagu-lagu ini berat juga. ‘Kiss It Better’ atau ‘Needed Me’ mungkin bisa menjadi calon airplay radio juga, sementara ‘Desperado’ atau ‘Woo’ bisa jadi terdengar kelam dan depresif untuk bisa menjadi konsumsi radio.

Paruh kedua barulah diisi dengan lagu-lagu dengan tingkat “ke-catchy-an” yang lebih tinggi. Mulai dari ‘Same Ol’ Mistakes’, sebuah track rock psychedelia yang sebenarnya adalah cover version dari salah satu lagu Tame Impala, ‘New Person, Same Old Mistakes’, yang merupakan bagian dari album “Currents” (2015). Anehnya, meski tidak mengalami perubahan secara aransemen, lagu ini serasa pas sekali dengan warna RiRi. Bahkan ketukan melodi dan ritme lagu seolah-olah diciptakan untuk RiRi. Pada beberapa bagian mengingatkan akan ‘Umbrella’, salah satu hits terbesarnya, meski dalam versi yang lebih “gelap”.

Dalam ‘Never Ending’, RiRi menjelma menjadi penyanyi balada folk yang menghanyutkan. Lagu ini memberi penekanan jika RiRi merupakan salah satu penyanyi yang kuat, secara vokal maupun penjiwaan, dalam menyanyikan balada. Selanjutnya ia menghadirkan salah satu track paling berkesan dalam “Anti”, sebuah anthem doo-woop berjudul ‘Love On The Brain”. Jangan samakan dirinya dengan Meghan Trainor misalnya, karena doo-woop di tangan RiRi versi “Anti” berarti harapkan sesuatu yang cenderung lebih pekat dengan atmosfir gelap.

Balada lagi-lagi diantarkan RiRi dalam ‘Close to You’, yang bertugas untuk menutup album versi standar. Kali ini ia hanya ingin tampil ringan tanpa beban artistik tertentu. Mengalun lembut, mengantarkan pendengarnya dalam kesejukan nuansa romantis.

Untuk versi deluxe, kita akan mendapatkan 3 buah track, ‘Goodnight Gotham, sebuah interlude yang mengambil sample lagu milik Florence + Machine, ‘Only If For A Night”, serta ‘Pose’ dan lagu “nakal” berjudul ‘Sex with Me’, yang mengembalikan sisi jahil seorang RiRi.

Jadi, “Anti” bisa dibilang adalah sebuah proyek idealis/eksperimental dari seorang Rihanna. Beberapa lagu memang sukses sebagaimana visi yang diinginkannya, sedang beberapa lagu lain cenderung gampang dilupakan, terlepas dari betapa kuatnya nilai produksi lagu tersebut (sesuatu yang tak perlu diragukan dari seorang Rihanna).

Sebenarnya “Anti” mengingatkan akan “Rated R” (2009), sebuah album “gelap” lain milik RiRi, yang datang setelah 3 album pop yang sukses. “Rated R” pun banyak diisi dengan nomor-nomor kelam dan (mungkin) mudah dilupakan, dan hadir dua tahun setelah album breakthrough miliknya, “Good Girl Gone Bad” (2007). Mungkinkah ini sebuah pola, mengingat “Anti” juga datang setelah 3 album pop lain yang dirilis RiRi setelah “Rated R”. Apa salah lantas berharap jika di album berikutnya RiRi akan kembali ke ranah pop ringan kembali, dan dirilis dalam jeda setahun setelah “Anti”?

“Anti” jelas sebuah album yang memiliki teknis yang menjulang. Hanya saja tidak benar-benar memiliki konsep yang kuat. Ia seperti kumpulan beberapa lagu yang memiliki corak yang berbeda-beda dan dikompilasi dalam satu wadah. Akhirnya album terdengar “belang-belang”.

Namun, sebagai sebuah album pop tetap saja ia adalah album yang berkelas. Beberapa track bahkan brilian. Sekali lagi seorang Robyn Rihanna Fenty menegaskan jika dirinya bukan penyanyi pop biasa yang gampang takluk dengan selera pasar dan mengerti jika terkadang harus tampil memuaskan selera artistiknya sendiri.






Sumber: Creativedisc

[Musician Review] James Bay





Terkenal dengan ciri khas topi fedora dan gitarnya, musik-musik james bay cukup menarik untuk didengar.

Gue gatau kenapa banyak musisi inggris yang bisa bikin musik yang easy listening dengan lirik yang nyentuh sanubari. God bless UK.

Awalnya, gue tau James Bay dari finalis X-Factor Indonesia, Aldy yang perform bawain singlenya James Bay. Mulai dari situ lah gue banyak cari tahu informasi seputar James Bay di internet.

James Bay mulai dikenal publik Inggris sekitar tahun 2014 dan mendunia di kuartal pertama 2015, CMIIW. Single yang berhasil membawa nama James Bay ke seluruh dunia adalah Hold Back The River.

Kalo ngomongin suara, Bay menurut gue punya suara yang biasa aja. Ga terlalu gimana-gimana. Yang bikin James Bay beda adalah musiknya. Gue speechless deh kalo disuruh ngedeskripsiin musiknya kaya apa. Enaknya kalian denger langsung dan rasain perbedaannya.


Prestasi James Bay

Di tahun pertamanya sebagai musisi yang dikenal publik, James Bay langsung dianugerahi banyak nominasi dalam penghargaan musik. 

Kerennya, bukan awarding-awarding cemen. Tapi Bay masuk kategori di awarding sekelas Brit Awards, MTV UK, BBC Music Awards, MTV Video Music Awards, MTV Europian Music Awards, bahkan Grammy yang bukal berasal dari Inggris.

Mayoritasnya, Bay masuk dalam kategori pendatang baru, penyanyi solo-pria terbaik, single of the year dan album of the year.

Kalau boleh jujur, gue rada gak terima James Bay ga menang di kategori Best New Artist - 58th Grammy Awards (2016). Walau ga menang di amerika, tapi untungnya James Bay bisa menang di negaranya sendiri.


James Bay berhasil memenangkan kategori British Male Solo Artist di Brit Awards 2016. Saingan Bay di kategori ini bukan musisi cemen loh. Sebut aja Mark Ronson, Jamie XX, bahkan Calvin Harris. 


Single James Bay

Let It Go



Pertama kali denger lagu ini, gue kira lagu ini bakal boring. Instrumennya sederhana, cuma gitar dan keyboard atau piano gitu deh. Buat orang yang seneng musik rame kaya gue, itu sangat membosankan.

Tapi begitu nyampe refrain, beuhhhh. Pecah. Langsung keinget terus ini lagu. Gue kena banget pas di lirik just let it beeeee di refrain. Gatau kenapa berasa enak aja gitu.

Selain lirik tadi, lirik why are we doing it doing it doing it anymore bikin gue gemes. Enak banget dilafalin. 


Hold Back The River



Lagu yang ini awalnya ringan banget. Petikan gitarnya juga asik. Kerennya, lagu ini main banget di tensi. 

Tensi dari lagu ini mulai naik perlahan pas ada suara drum-drum tanggung. Dan tensinya terus naik dan naik sampe refrain. 

Pas refrain, ah. Klimaks. 

Lirik-liriknya juga enak banget buat dilafalin. Gue selalu suka lagu asing yang liriknya enak buat dilafalin. Menurut gue ini jadi nilai plus dan tanda kalo musik tersebut bisa diterima di kita.


If You Ever Wanna Be In Love



Lagu ini dibuka dengan alunan piano dan tanpa jeda disambut sama bass dan drum yang asik banget. Dum dum dum.

Selama kurang lebih 4 menit, gue nikmatin banget suara bass dan drumnya. 

Refrainnya juga seru. Semuanya enak.

Grammys 2016: Momen Terbaik dan Terburuk


Grammy Awards adalah salah satu penghargaan musik yang cukup bergengsi di kalangan musisi dunia. Walaupun banyak kontroversi seputar penjuriannya, tapi Grammys bagi gue cuma sekadar hiburan. Yap, dimana lagi kita bisa liat musisi-musisi yang lagi hits manggung bareng di suatu event kalo bukan di acara awards kaya gini? 

Grammys tahun ini berdurasi sekitar 3.5 jam which is cukup menghibur. Sayangnya, ada hal-hal yang 'Amerika' banget yang bikin kita penonton Indonesia 'not into that things' gitu. Contohnya penampilan Hamilton yang dielu-elukan di Twitter. Kita orang Indonesia kan belum pernah sama sekali nonton Broadway. Jadi komentar kita terasa kosong gitu, walaupun performance mereka harus diakui keren buanget.

So, ini dia momen terbaik dan terburuk di GRAMMYS 2016


TERBAIK: Persembahan untuk Bowie



Well, dari awal kedatangan Gaga di red carpet juga udah bikin kita histeris. Yap, Gaga menjadi cosplay untuk David Bowie. Ternyata itu jadi clue buat kita, kalo Gaga bakal jadi Gaga Bowie untuk satu malam. Make up dan performancenya sumpah keren abis. Dibuka dengan laba-laba yang keluar dari matanya. CoolKalo ga salah Lady Gaga kerja sama bareng Intel buat performancenya saat itu. 

TERBURUK: Sound Adele Bermasalah :(

Pas suara piano muncul dengan kunci-kunci lagu All I Ask, gue siap ninggalin segala pekerjaan gue buat duduk di depan laptop sambil galau. Oke, bad thing happen. Suara Adele ngilang gitu. Harusnya sih buat acara segede Grammys, hal ini ga boleh terjadi.

Tapi udah Adele ngasih klarifikasi ke kita di Twitternya dan di Ellen Show.




TERBAIK: JOEY ALEXANDER di Grammy Awards!

Ini sih paling membanggakan. Gimana engga, dipresent langsung sama CEO Grammys, masuk jadi nominasi di 2 kategori di Grammys, dan Joey juga dapet kesempatan buat perform di Grammys udah gitu dapet standing ovasion dari semua orang di Staples Center (termasuk Taylor Swift, Bruno Mars, dll). Kerennya, Joey ini nominasi termuda sepanjang sejarah Grammy Awards. Bayangkan, usianya masih 12 tahun. Kerennya lagi, Joey jadi sorotan media massa di seluruh dunia. Telegraph, Entertainment Weekly, BBC, Hollywood Reporter, dll.




TERBAIK: Little Big Town Yang Berkelas


Little Big Town

Little Big Town, band bergenre country ini sukses membawakan hits andalan mereka, Girl Crush. Bahkan gue gamau ngedip pas mereka perform biar ga ketinggalan satu momen pun. Well, kayanya mereka harus ke Indonesia!


TERBURUK: James Bay dan Tori Kelly 


Tory Kelly dan James Bay

Gue suka banget sama mereka berdua. Tapi sayangnya gue kecewa karena best new artist jatuh ke tangan Megan Trainor. Gue rasa sih performance mereka berdua di Grammys ini cuma nunjukin kalau mereka musisi besar, tapi gabisa dapetin piala di Grammys. Too bad.



TERBAIK: Pidato Kemenangan Taylor Swift



Masih inget drama MTV Music Video Awards antara Kanye West dan Taylor Swift? Walau baru-baru ini Kanye ngajak perang Swift dengan nyindir-nyindir di lirik lagu barunya, Gue suka sama respond Taylor Swift. Di pidato kemenangannya atas Album of The Year untuk 1989, Taylor Swift tampil keren dan classy buat 'ngehajar' Kanye. Bikin merinding.

“And as the first woman to win Album of the Year at the Grammys twice, I want to say to the young woman out there, there are going to be people along the way who try to undercut your success or take credit for your accomplishments or your fame. But if you just focus on the work and you don’t let those people sidetrack you, someday when you get where you’re going, you will look around and you will know it was you and the people who love you who put you there, and that will be the greatest feeling in the world,” 


TERBURUK: Rihanna Batal Tampil


Ini hal terburuk yang pernah ada. Bayangkan, Rihanna kasih tau ini kurang lebih 1 jam sebelum ia tampil. What the.. Gue rada ga abis pikir sama jalan pikirnya Rihanna, biasanya musisi-musisi yang baru luncurin single atau album bakal semangat banget tampil di ajang-ajang yang banyak ditonton orang kaya gini.






TERGEMES: Pidato Kemenangan Megan Trainor


Dibuka dengan "I'm a mess..." Megan Trainor mulai terisak-isak. Oke, ini bener-bener nyentuh. Apalagi pas kamera mulai shoot muka bapaknya. Bener-bener... ah. Liat sendiri aja deh.



Hymn For The Weekend



Setelah sukses dengan single pertamanya di Album A Head Full of Dreams, Adventure of A Life Time, Coldplay baru-baru ini merilis music video untuk single keduanya, Hymn For The Weekend. Single ini rilis di saluran youtube milik mereka pada 29 Januari 2016.





Jika kamu sudah mendengar album A Head Full of Dreams, kamu pasti sudah bisa menebak kalau suara wanita di single Hymn For The Weekend ini adalah Beyonce. Entah apa alasan Coldplay merahasiakan Beyonce dari albumnya (di album tidak ditulis kalau single ini featuring dengan Beyonce).




Dalam music videonya, terlihat Coldplay ingin menonjolkan keindahan dan adat India. Bahkan, Beyonce pun terlihat anggun dengan menggunakan pakaian adat dari negeri bombai tersebut. 

Jika kita melihat warna pada cover album A Head Full of Dreams, kita akan paham bahwa semua unsur warna dalam cover album tersebut dimasukan dalam music video ini. Menurut saya ini adalah satu hal yang genius. Saya bisa membayangkan betapa repotnya untuk mendapatkan komposisi gambar seperti itu. Thumb up!